Published December 2, 2016 | Version v2
Preprint Open

Penerapan open science di Indonesia agar riset lebih terbuka, mudah diakses, dan meningkatkan dampak saintifik

  • 1. Institut Teknologi Bandung
  • 2. University of Sydney
  • 3. Bina Nusantara University
  • 4. Universitas Tanjungpura
  • 5. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
  • 6. Universitas Padjadjaran
  • 7. Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI
  • 8. Universitas Indonesia
  • 9. Springer Nature (Indonesia)

Description

Latar belakang: Karya ilmiah adalah objek pertaruhan bagi para peneliti dan dosen, untuk menetapkan fokus riset dan reputasi, serta karier akademik. Namun demikian, saat ini karya ilmiah masih berputar pada jenis konvensional, yakni laporan hasil riset, makalah ilmiah yang dimuat di dalam jurnal, makalah ilmiah yang disampaikan dalam seminar/konferensi, atau paten. Sementara itu perkembangan ilmu di bagian lain dunia sudah sangat pesat. Konsep berpikirnya pun telah bergeser dari riset sebagai sumber daya milik pribadi atau golongan sehingga sifatnya tertutup, menjadi riset sebagai komoditas bersama.

Metode: Kami menggunakan metode review dokumen berbentuk makalah ilmiah, blog, situs daring institusi, dan berbagai sumber daya daring lainnya untuk kemudian kami kombinasikan dengan hasil dialog kami dengan para peneliti dan hasil pengamatan kami terhadap dunia saintifik secara umum.

Perkembangan open science: Hasil dari pengamatan kami dalam melakukan riset perkembangan konsep open science sangat terasa pada kurun waktu lima tahun terakhir. Beberapa indikator yang terlihat adalah:

  1. meningkatnya jumlah jurnal open access, salah satunya adalah dengan terbitnya mega journal PLOS. Selain itu jurnal open access pun saat ini juga menyediakan berbagai media untuk mempublikasikan berbagai karya ilmiah non konvensional, seperti dapat diikuti di Riojournal, misal: proposal, ide riset, paper ringkas (single media paper), dll.;

  2. meningkatnya jumlah repository online yang gratis dan open source, misal: Figshare, Zenodo, GitHub dan Open Science Framework;

  3. serta bertambahnya platform penulisan kolaboratif seperti yang digagas oleh Overleaf dahulu Writelatex, Sharelatex, atau Authorea. Saat ini bahkan naskah peer review yang selama ini hampir tidak pernah mendapatkan kredit, telah mendapatkan posisi yang layak sebagai bagian dari dokumen akademik. Platform seperti Publons, Peerage of Science, Academic Karma, memberikan wadah kepada para peer reviewer mempublikasikan naskah review nya.

Cerita tentang Post Publication Peer-Review dan perbandingannya dengan Pre Publication Peer Review serta peran media saintifik seperti ScienceOpen untuk memberikan kredit kepada para pakar yang telah meluangkan waktunya untuk menulis komentar konstruktif. Jadi komentar anda saat ini telah dapat disitasi secara formal, di antaranya karena telah memiliki kode DOI (digital object identifier).

Sementara itu media sosial juga mengisi kekosongan antara peneliti/penulis dengan pembaca. Twitter dalam hal ini memimpin untuk diseminasi ilmu. Sebuah artikel yang dimuat di Blog Nature Publishing Group telah menyusun karakter berbagai media sosial dalam hal komunikasi keilmuan atau science communication. Kini hasil riset sesederhana apapun akan segera dapat diketahui oleh peneliti di belahan dunia yang lain.

Untuk beberapa bidang seperti kedokteran, ilmu kesehatan, paleontologi, yang melibatkan penemuan invensi terobosan, maka waktu antara 3 - 6 bulan dari makalah dikirim ke redaksi, direview, hingga dinyatakan diterima adalah waktu yang sangat panjang. Untuk mensiasati itu, saat ini ada makalah berjenis preprint atau eprint sebagai jembatan agar para peneliti dapat mengklaim hasil kerjanya di saat proses peer-review sedang berjalan. Atau saat ini ada pola peer-review baru, yakni post publication peer-review. Beberapa bentuk startup di bidang akademik memperlihatkan model bisnis yang unik. Salah satunya adalah The Winnower (saat ini telah menyatu dengan Authorea).

Pengukuran indikator kinerja peneliti atau penulis juga telah berubah. Indikator-indikator konvensional seperti Impact Factor, Indeks Sitasi, perlu disesuaikan lagi. Berbagai institusi pendidikan dan penelitian saat ini menempatkan pengukuran indikator ini sebagai masalah utama. Data makalah yang disusun oleh seseorang dosen/peneliti adalah data utama yang dicari. Saat ini masalah tersebut telah sedikit ada solusinya dengan adanya ORCID, sebuah organisasi nir laba dan independen yang banyak menjalin kerjasama sinkronisasi akun dengan beberapa profil di atas. Keberadaan ORCID dapat menjadi “jembatan” (bridging) untuk menghindari duplikasi identitas dan mengintegrasikan data karya peneliti.

Penutup: Walaupun perkembangan ini bertujuan akhir mengerucut pada keinginan untuk membuat sains lebih terbuka bagi semua orang, sehingga akan lebih banyak terjalin kolaborasi yang berdampak kepada pengembangan ilmu yang lebih signifikan, namun tentunya perlu disikapi secara bijak.

Notes

The following pre-print has been submitted to Berkala Ilmu Perpustakaan Universitas Gadjah Mada. Sedang dalam preparasi penerbitan.

Files

Files (1.5 MB)